Saturday, April 11, 2009

Taksi.

Hari ini saya pulang ke Bandung. Naik travel Cititrans pada pukul 10.15 am, saya berangkat dari rumah jam 9.45. Karena tidak ada yang bisa mengantar, saya lalu memutuskan untuk naik taksi. Saat saya menunggu taksi Bluebird di depan rumah, yang datang justru taksi berwarna abu-abu, Celebrity Taxi. Jam di tangan sudah memburu saya untuk tidak lagi pilih-pilih taksi. Belum lagi saya masih harus ke ATM Mandiri untuk ambil uang. Saya menunjukkan jari ke udara, menandakan saya ingin taksi. Taksi itu lalu berhenti. Dalamnya wangi, dan saya suka wanginya. Supirnya menyempatkan diri mengucapkan selamat pagi, dan saya pun membalasnya. Setelah berhenti sebentar untuk ambil uang di ATM, saya lalu melanjutkan perjalanan di taksi itu. Benar-benar tidak ada yang spesial dengan pagi ini,

hingga menit kelima saya berada di dalamnya.

Saya lupa awalnya, tapi saya dan Pak supir mengobrol banyak dalam menit-menit singkat Pasar Minggu – Cilandak. Dari mulai cerita saya kuliah dimana dan obrolan ringan lain, hingga akhirnya Pak supir suaranya bergetar karena menangis saat bercerita. Rupanya ia baru saja kehilangan ayahnya karena sakit liver. Sang ayah, baru meninggal hari Jumat kemarin. Setelah ia mati-matian menjual tv, kulkas, bahkan lemari di rumahnya untuk biaya berobat.
Saat obat berhasil ditebus, sang ayah sudah dipanggil Tuhan. Semakin hancur hatinya, saat ingin menjemput jenazah ia sudah tak punya biaya lagi. 270 ribu, jumlah uang yang harus segera ia tebus. Namun si bapak supir tak lagi memegang uang. Ia berusaha meminjam, namun temannya pun sedang tidak ada. Akhirnya jenazah sang ayah harus ia relakan untuk dipindah ke RS Cipto. Sambil mengusap air matanya dan tetap berusaha tersenyum (saya melihatnya dari kaca spion), “Di Cipto, mayat ayah saya untuk diapa-apain, Neng.” Yang ia maksud adalah penggunaan mayat untuk kepentingan praktek dokter muda.

Saya menghela nafas. Yang masuk wishlist saya saat ini adalah heels Zara seharga lebih dari setengah juta. Dan si bapak supir harus merelakan jenazah ayahnya karena uang 270 ribu.

Dan ia masih tersenyum.

Saya mengagumi bapak supir dalam hati. Yang ia hadapi sekarang bukannya mudah, namun sinar mata dan senyumnya masih saja menunjukkan keyakinan. Ia yakin kalau ia mampu melewati semua ini. Ia yakin bahwa cobaan diberikan Tuhan sesuai dengan kemampuan manusia. Dan ditengah pikirannya yang mungkin kalut, ia masih saja bersikap ramah kepada orang lain, dan menyempatkan diri untuk menyapa penumpang taksinya.

Saya jadi merenung dan memandangi kejadian-kejadian yang saya alami dalam hidup saya. Kisah si bapak seperti membuka mata saya lebih lebar. Tentang hidup, cobaan, harapan, keyakinan, dan kesabaran.

Betapa hidup tak bisa ditebak. Saya tadinya menginginkan Bluebird untuk mengantar saya ke Cititrans, namun yang saya naiki justru Celebrity Taxi yang berhasil memberi sesuatu pada hari saya.

Taksi-taksi lewat lalu lalang melewati jalan raya, mana yang saya pikir terbaik ternyata tidak melewati jalan tempat saya berdiri. Justru yang tidak saya duga, datang dan berhenti untuk lalu saya tumpangi. Unforeseen. Dan sesuatu yang tidak diduga kadang memberimu sesuatu yang lebih.

Tinggal bagaimana kau mau membuka matamu..:)

No comments:

Post a Comment